Kamis, 12 Agustus 2010

Keutamaan/Kegunaan/Manfaat Puasa Ramadhan & Fungsi/Tujuan Puasa Di Bulan Ramadan Yang Suci

Puasa wajib ramadhan adalah puasa dengan hukum wajib 'ain yang harus dilakukan oleh setiap orang islam beriman di bulan ramadan yang telah dewasa (akil balig), waras, mampu, merdeka dan tidak dalam safar sesuai dengan perintah langsung dari Allah SWT dalam firmanNya di dalam Kita Suci Al-Qur'an.

Puasa merupakan ibadah wajib yang ada dalam rukun islam dengan menahan lapar dan haus serta hal-hal lain yang dapat membatalkan puasa mulai dari terbit fajar di timur hingga terbenam matahari di barat. Orang yang melanggar aturan puasa akan batal puasanya dan wajib mengganti puasanya dengan hari lain di luar romadon.

-----

Firman Allah Mengenai Puasa Ramadhan :

"Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kalian berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kalian agar kalian bertakwa"
(Q.S. Al-Baqarah: 183)

"(yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui."
(Q.S. Al-Baqarah: 184).

(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang didalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur`an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kalian hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagi kalian, dan tidak menghendaki kesukaran bagi kalian. Dan hendaklah kalian mencukupkan bilangannya dan hendaklah kalian mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepada kalian, supaya kalian bersyukur.”
(Q.S. Al-Baqarah: 185)

-----

Fungsi / tujuan puasa selama satu bulan penuh di bulan suci ramadhan adalah sangat baik, yaitu untuk meningkatkan ketaqwaan kita kepada Tuhan yang menciptakan kita Allah SWT. Di samping itu juga terdapat banyak sekali guna dan manfaat dari melaksanakan puasa ramadhan yaitu baik untuk jasmani maupun rohani.

Berikut ini adalah beberapa Manfaat dan Hikmah Puasa Ramadhan :

1. Membuat kita lebih taqwa kepada Allah SWT.
2. Mendapatkan pahala yang melimpah ruah.
3. Memberikan efek yang menyehatkan tubuh kita dan dapat menyembuhkan berbagai penyakit.
4. Melatih kita untuk menahan nafsu bejat selama hidup di dunia fana.
5. Mendorong kita untuk selalu berbuat kebajikan.
6. Bisa memasukkan kita ke dalam surga jika kita telah mati.
7. Melatih sabar, pengendalian diri, disiplin, jujur, emosi, dll.
8. Mempersempit jalan aliran darah di mana setan berlalu-lalang.
9. Mempererat tali silaturahmi dengan sahur dan buka puasa bersama.
10. Menghilangkan dosa di antara manusia dengan saling maaf-memaafkan di hari lebaran idul fitri kembali ke fitrah manusia.

Berikut ini adalah beberapa Keutamaan Puasa Ramadhan :

1. Orang yang berpuasa ramadhan bisa masuk ke dalam surga ar-raiyan.
2. Puasa bisa menjadi penebus dosa.
3. Orang yang berpuasa akan mendapatkan kegembiraan.
4. Puasa adalah penangkal.
5. Mendapatkan ganjaran dari Allah tanpa hitungan.
6. Bau mulut orang yang melakukan puasa bagi Allah SWT wanginya lebih wangi dari bau kesturi.
7. Puasa dan Al-quran memberikan syafaat.

Puasa hanya wajib bagi orang islam yang beriman kepada Allah SWT. Jika anda tidak beriman, maka anda tidak wajib puasa. Selamat menunaikan ibadah Puasa bagi yang menjalankannya. Semoga pol puasanya dan jangan lupa niat puasa sebelum menjalankan ibadah puasanya :)

Puasa Ramadhan menurut Ayat Qur’an dan Hadits

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan bagi kamu berpuasa sebagaimana telah diwajibkan bagi orang-orang sebelummu, agar kamu bertakwa” [Al Baqarah:183]

Keutamaan berpuasa:

“Diriwayatkan dari Sahl bin Saad r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Sesungguhnya di dalam Surga itu terdapat pintu yang dinamakan Ar-Rayyan. Orang yang berpuasa akan masuk melalui pintu tersebut pada Hari Kiamat kelak. Tidak boleh masuk seorangpun kecuali mereka. Kelak akan ada pengumuman: Di manakah orang yang berpuasa? Mereka lalu berduyun-duyun masuk melalui pintu tersebut. Setelah orang yang terakhir dari mereka telah masuk, pintu tadi ditutup kembali. Tiada lagi orang lain yang akan memasukinya” [Bukhari-Muslim]

“Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Setiap hamba yang berpuasa di jalan Allah, Allah akan menjauhkannya dari api Neraka sejauh perjalanan tujuh puluh tahun” [Bukhari-Muslim]

Keutamaan bulan Ramadan

Hadis riwayat Abu Hurairah ra.: Bahwa Rasulullah saw. bersabda: Apabila tiba bulan Ramadan, maka dibukalah pintu-pintu surga, ditutuplah pintu neraka dan setan-setan dibelenggu Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim: 1793

Wajib berpuasa Ramadan jika melihat hilal awal Ramadan dan berhenti puasa jika melihat hilal awal Syawal. Jika tertutup awan, maka hitunglah 30 hari

Hadis riwayat Ibnu Umar ra.:

Dari Nabi saw. bahwa beliau menyebut-nyebut tentang bulan Ramadan sambil mengangkat kedua tangannya dan bersabda: Janganlah engkau memulai puasa sebelum engkau melihat hilal awal bulan Ramadan dan janganlah berhenti puasa sebelum engkau melihat hilal awal bulan Syawal. Apabila tertutup awan, maka hitunglah (30 hari)

Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim: 1795

Larangan berpuasa satu atau dua hari sebelum bulan

Hadis riwayat Abu Hurairah ra., ia berkata:

Rasulullah saw. bersabda: Janganlah engkau berpuasa satu atau dua hari sebelum Ramadan, kecuali bagi seorang yang biasa berpuasa, maka baginya silakan berpuasa

Nomor hadis dalam kitab Sahih Muslim: 1812

Dilarang puasa pada hari raya

“Diriwayatkan dari Abu Said al-Khudri r.a katanya: Aku pernah mendengar Rasulullah s.a.w bersabda: Tidak boleh berpuasa pada dua hari tertentu, iaitu Hari Raya Korban (Aidiladha) dan hari berbuka dari bulan Ramadan (Aidilfitri)” [Bukhari-Muslim]

Niat Puasa Ramadhan

Sesungguhnya amal itu tergantung dari niat [Bukhari-Muslim]

Dari Hafshah Ummul Mukminin bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Barangsiapa tidak berniat puasa sebelum fajar, maka tidak ada puasa baginya.” [Imam Lima]

Bersahur (makan sebelum Subuh) itu sunnah Nabi

“Diriwayatkan daripada Anas r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Hendaklah kamu bersahur karena dalam bersahur itu ada keberkatannya” [Bukhari-Muslim]

Tips agar kuat berpuasa: minumlah 2 sendok makan madu dan 3 butir korma saat sahur. Sunnah melambatkan sahur.

Dari Zaid bin Tsabit ra., ia berkata: Kami pernah makan sahur bersama Rasulullah saw. Kemudian kami melaksanakan salat. Kemudian saya bertanya: Berapa lamakah waktu antara keduanya (antara makan sahur dengan salat)? Rasulullah saw. menjawab: Selama bacaan 50 ayat (sekitar 5 menit). (Shahih Muslim No.1837)

Menyegerakan Berbuka Puasa di waktu maghrib

“Diriwayatkan daripada Umar r.a katanya: Rasulullah s.a.w telah bersabda: Apabila datang malam, berlalulah siang dan tenggelamlah matahari. Orang yang berpuasa pun bolehlah berbuka” [Bukhari-Muslim]

Dari Sahal Ibnu Sa’ad Radliyallaahu ‘anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam bersabda: “Orang-orang akan tetap dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka.” [Muttafaq Alaihi]

Menurut riwayat Tirmidzi dari hadits Abu Hurairah ra bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: Hamba-hamba-Ku yang paling Aku cintai adalah mereka yang menyegerakan berbuka.”

Sunnah berbuka puasa dengan kurma dan air minum (ta’jil) kemudian shalat Maghrib. Setelah itu makan malam.

Dari Sulaiman Ibnu Amir Al-Dlobby bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: “Jika seseorang di antara kamu berbuka, hendaknya ia berbuka dengan kurma. Jika tidak mendapatkannya, hendaknya ia berbuka dengan air karena air itu suci.” Riwayat Imam Lima. Hadits shahih menurut Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hibban, dan Hakim.

Ketika kita berpuasa, kita dilarang berkata kotor, mencaci, atau berkelahi. Hal ini untuk menempa diri kita agar memiliki akhlak yang terpuji:

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a katanya: Rasulullah s.a.w bersabda: Apabila seseorang daripada kamu sedang berpuasa pada suatu hari, janganlah berbicara tentang perkara yang keji dan kotor. Apabila dia dicaci maki atau diajak berkelahi oleh seseorang, hendaklah dia berkata: Sesungguhnya hari ini aku berpuasa, sesungguhnya hari ini aku berpuasa” [Bukhari-Muslim]

Puasa yang sia-sia

“Dari Abu Hurairah ra: katanya Rasulullah saw berabda: “Barang siapa tidak meninggalkan ucapan dusta dan berbuat jahat (padahal dia puasa), maka Allah tidak butuh ia meninggalkan makan dan minum” [Bukhari]

Jika kita berpuasa, tapi kita berkata dusta atau menyakiti orang lain, maka sia-sialah puasa kita.

Dilarang bersetubuh pada saat berpuasa

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah r.a katanya: Seorang lelaki datang menemui Rasulullah s.a.w lalu berkata: Celakalah aku wahai Rasulullah s.a.w. Rasulullah s.a.w bertanya: Apakah yang telah membuatmu celaka?

Lelaki itu menjawab: Aku telah bersetubuh dengan isteriku pada siang hari di bulan Ramadan.

Rasulullah s.a.w bertanya: Mampukah kamu memerdekakan seorang hamba? Lelaki itu menjawab: Tidak.

Rasulullah s.a.w bertanya: Mampukah kamu berpuasa selama dua bulan berturut-turut? Lelaki itu menjawab: Tidak.

Rasulullah s.a.w bertanya lagi: Mampukah kamu memberi makan kepada enam puluh orang fakir miskin? Lelaki itu menjawab: Tidak. Kemudian duduk. Rasulullah s.a.w kemudiannya memberikan kepadanya suatu bekas yang berisi kurma lalu bersabda: Sedekahkanlah ini. Lelaki tadi berkata: Tentunya kepada orang yang paling miskin di antara kami. Tiada lagi di kalangan kami di Madinah ini yang lebih memerlukan dari keluarga kami.

Mendengar ucapan lelaki itu Rasulullah s.a.w tersenyum sehingga kelihatan sebahagian giginya. Kemudian baginda bersabda: Pulanglah dan berilah kepada keluargamu sendiri” [Bukhari-Muslim]

Bangun dari junub tidak membatalkan puasa

“Diriwayatkan daripada Aisyah dan Ummu Salamah r.a, kedua-duanya berkata:: Nabi s.a.w bangkit dari tidur dalam keadaan berjunub bukan dari mimpi kemudian meneruskan puasa” [Bukhari-Muslim]

Lupa tidak membatalkan puasa

Dari Abu Hurairah ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa lupa bahwa ia sedang berpuasa, lalu ia makan dan minum, hendaknya ia meneruskan puasanya, karena sesungguhnya ia telah diberi makan dan minum oleh Allah.” [Muttafaq Alaihi]

Orang yang sedang dalam perjalanan boleh tidak berpuasa. Tapi wajib menggantinya di lain hari.

Dari Hamzah Ibnu Amar al-Islamy ra bahwa dia berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya aku kuat berpuasa dalam perjalanan, apakah aku berdosa? Maka Rasulullah SAW bersabda: “Ia adalah keringanan dari Allah, barangsiapa yang mengambil keringanan itu maka hal itu baik dan barangsiapa senang untuk berpuasa, maka ia tidak berdosa.” [Bukhari-Muslim]

Orang tua cukup bayar fidyah

Ibnu Abbas ra berkata: Orang tua lanjut usia diberi keringanan untuk tidak berpuasa dan memberi makan setiap hari untuk seorang miskin, dan tidak ada qodlo baginya. Hadits shahih diriwayatkan oleh Daruquthni dan Hakim.

I’tikaf (diam di masjid) pada 10 hari terakhir bulan Ramadhan

Dari ‘Aisyah ra bahwa Nabi SAW selalu beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir dari bulan Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istri beliau beri’tikaf sepeninggalnya. Muttafaq Alaihi.

Dari ‘Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW bila hendak beri’tikaf, beliau sholat Shubuh kemudian masuk ke tempat i’tikafnya. Muttafaq Alaihi.

Dari ‘Aisyah ra bahwa Nabi SAW bersabda: “Barangsiapa meninggal dan ia masih menanggung kewajiban puasa, maka walinya berpuasa untuknya.” Muttafaq Alaihi.

Dari Abu Ayyub Al-Anshory ra bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa berpuasa Ramadhan, kemudian diikuti dengan berpuasa enam hari pada bulan Syawwal, maka ia seperti berpuasa setahun.” Riwayat Muslim.

Malam Lailatul Qadr

Dari Ibnu Umar ra bahwa beberapa shahabat Nabi SAW melihat lailatul qadr dalam mimpi tujuh malam terakhir, maka barangsiapa mencarinya hendaknya ia mencari pada tujuh malam terakhir.” Muttafaq Alaihi.

Dari Muawiyah Ibnu Abu Sufyan ra bahwa Nabi SAW bersabda tentang lailatul qadar: “Malam dua puluh tujuh.” [Abu Daud]

Dari ‘Aisyah ra bahwa dia bertanya: Wahai Rasulullah, bagaimana jika aku tahu suatu malam dari lailatul qadr, apa yang harus aku baca pada malam tersebut? Beliau bersabda: “bacalah:

Doa Malam Lailatul Qadar

(artinya: Ya Allah, sesungguhnya Engkau Maha Pengampun, Engkau menyukai ampunan, maka ampunilah aku).” Riwayat Imam Lima selain Abu Dawud.

Nabi biasa melakukan shalat sunnat malam (Tarawih) pada bulan Ramadhan:

Abu Hurairah r.a. mengatakan bahwa Rasulullah bersabda, “Barangsiapa yang mendirikan (shalat malam) Ramadhan karena iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosanya yang telah lampau.” [Hr Bukhari]

Catatan:

Hadits tersebut sebagian besar berasal dari Al Bayan, dan masih banyak perawinya selain Bukhari dan Muslim seperti Tirmizi, An Nasai, Abu Daud, Ibnu Majah, dan lain-lain.

Rabu, 04 Agustus 2010

Kiat Sukses Berinteraksi Dengan Al-Qur’an (7); Langkah-Langkah Praktis Dalam Memahami dan Berinteraksi dengan Al-Quran

Bagi pembaca Al-Quran hendaknya lebih dahulu memperbaiki bacaannya, pemahamannya, dan bertadabbur di dalamnya, berhenti sejenak untuk menafsirkannya dengan singkat yang memiliki hubungan dengan petunjuk, memahami bagaimana berinteraksi dengannya, menelaan dan hidup dengannya..kaena itu hendaknya ia mengikuti –dalam bacaannya- petunjuk yang telah ditentukan yang memiliki langkah-langkah yang berjenjang dan jelas serta pase yang berkesinambungan. Disini kami mencoba menyebutkan langkah-langkah praktis agar dapat memahami dan berinteraksi dengan Al-Quran, dan hanya kepada Allah kita memohon pertolongan dan petunjuk.

1. Hendaknya memperhatikan lebih dahulu adab-adab tilawah –yaitu seperti yang telah kami jabarkan inti-intinya sebelumnya- merenungkannya, komitmen terhadapnya dan menerapkannya semaksimal mungkin, agar dia dapat masuk dan mengrungi alam Al-Quran, tentram hidup dibawah naungan dengan Al-Quran, menghadirkan nilai-nilai dan hakekat-hakekat yang terkandung di dalamnya, menyingkap petunjuk-petunjuk dan arahan-arahannya, merasakan naungan dan sentuhan-sentuhannya. Bagi siapa yang tidak komitmen dengan adab-adab tersebut, maka bagaimana bisa menyatu dengan Al-Quran ?.

2. Membaca surat, juz atau potongan ayat dengan tenang, khusu’ dan tadabbur; santai, tidak tergesa-gesa dan tidak terlalu keras. Jangan niatkan diri hanya ingin menyelesaikan bacaannya saja dan menghatamkan satu juz, atau tujuannya berapa halaman telah dibaca dan berapa ayat telah dilalui, dan berapa ganjaran yang telah dikumpulkan. Jangan menghayalkan akan perkara ini sehingga dirinya tidak melakukan tadabbur, atau bisa jadi ada tembok tinggi yang menghalangi cahaya Al-Quran yang akan masuk ke dalam hatinya.

3. Berhenti sejenak di depan ayat yang dibacanya, dengan tenang dan penuh ketelitian serta -sebisa mungkin- diulang-ulang, agar dapat mengambil sebagian karunia Allah dari rahasia, ilmu, pengetahuan dan nilai-nilainya. Jangan membaca Al-Quran dengan matanya saja, atau dengan pendengaran dari telinganya saja, namun dibaca oleh seluruh anggota tubuhnya, didengar oleh perasaan dan indranya, dihidupkan dengan seluruh jiwa kemanusiaannya, berinteraksi dengannya untuk mendapatkan pengaruh darinya serta membuka segala sendi kehidupannya.

4. Dirinya harus betul-betul menghayati ayat yang dibaca, mengulangi bacaannya beberapa kali, jangan bosan dengan hal tersebut atau merasa letih, walaupun herus dilakukan dalam waktu lama dan diulang berpuluh-puluh kali. Banyak dari para ulama yang berlama-lama dalam mengamati satu ayat Al-Qur’an yang ada dihadapannya, membacanya di malam hari secara keseluruhan.

5. Menelaah dengan rinci konteks ayat : susunannya, alurnya, maknanya dan kapan dan dimana turunnya, kata-kata yang asing dan I’rabnya, memperhatikan makna-maknanya, petunjuk-petunjuk dan arahan-arahannya. Dan tidak boleh meninggalkannya ke tempat lain kecuali setelah mendalami betul apa yang dibaca sebelumnya, dan bisa menafsirkan dan memahaminya.

6. Memperhatikan aspek realitas ayat, kesesuaiannya dengan realita dan solusi yang terdapat di dalamnya, dengan menjadikan ayat sebagai tolok ukur untuk menyelesaikan permasalahan hidup, timbangan yang memberikan solusi disekitar permasalahan dan apa yang berhubungan dengannya, cahaya yang menyinari jalan hidupnya. Sekiranya hal tersebut dapat dilakukan secara baik, niscaya dapat mudah mengambil intisari dari ayat yang tidak akan pernah habis, bahkan menambah keagungan Al-Quran.

7. Kembali kepada pemahaman para salafussolih –khususnya para sahabat- terhadap ayat, tadabbur mereka dan kehidupan mereka dengannya, menelaah penerimaan dan interaksi mereka dengan Al-Quran, memperhatikan kondisi, situasi, keadaan dan kebutuhan yang menjadi solusi darinya, merenungkan dan mentadabburkan dari apa yang diriwayatkan dari mereka tentang ungkapan-ungkapan dalam memahami dan menafsirkannya. (lihat materi ini pada judul: Al-Qur’an di mata para nabi, di mata para sahabat dan di mata para tabi’in)

7. Mengungkap pendapat sebagian para mufassirin terhadap ayat Al-Quran, memilih kitab-kitab tafsir yang bermutu dan ilmiyah, original, bagus, sistematis dan terpercaya. Sehingga dapat meluruskan pandangannya terhadap Al-Quran dan merasakan kenikmatan darinya, dan apa yang telah dikeluarkan dari hukum-hukum, nilai-nilai, petunjuk-petunjuk dan sentuhan-sentuhannya, dan juga dapat menjauhi apa-apa yang bertentangan dengan dasar-dasar keilmuan yang telah ditetapkan oleh para ulama Al-Quran.

jika kita ingin mendapatkan nasehat dengan kitab-kitab tafsir yang berinteraksi dengan Al-Quran maka hendaknya menelaah pada pase pertama terhadap kitab yang ringkas yang memberikan makna ayat-ayat yang asing dalam alur Qurani. Sedangkan kitab tafsir yang baik pada masalah ini dan paling ringkas adalah “Kalimat Al-Quran tafsir dan bayan” Syekh Hasanin Makhluf.

Setelah membaca Al-Quran dan menelaah makna-maknanya dari kitab ini maka hendanya mencari buku tafsir kontemporer yang banyak memberikan apa yang menjadi tuntutan dalam ayat tersebut, dan hal ini tidak akan ditemui kecuali dalam kitab tafsir “Fi Dzilal Al-Quran” As-Syahid Sayyid Qutb. Kemudian menelaah juga kitab tafsir klasik yang banyak memberikan pemahaman tentang ayat-ayat, konteknya, i’rabnya, tempat turunnya dan hukum-hukumnya –dengan bermacam buku sesuai dengan zaman, pendidikan dan sekolah setiap para mufassir mereguk ilmu- bisa juga dengan memilih kitab “Tafsir Al-Quran Al-Adzim” Imam Ibnu Katsir, atau kitab “Al-Jami Li Ahkam Al-Quran” Imam Al-Qurtubi, atau kitab “Fathul Qodir” Imam Asy-Syaukani, atau kitab “Raghaib Al-Quran” Al-Qami An-Naisaburi atau kitab-kitab lainnya.

10 Hak yang Harus Ditunaikan Seorang Hamba Baik Kepada Allah, Islam, atau Sesama Manusia bagian 2

Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. (Al-An’am:152) dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa. (Al-An’am:153)
6. Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa.

Tidak diperbolehkan menggunakan harta anak yatim karena dikhawatirkan hal ini dapat menghilangkan harta mereka. Pengertian anak yatim dalam syariat adalah anak yang sudah ditinggal oleh ayahnya dan belum mencapai usia baligh. Terkecuali jika digunakan untuk usaha yang pasti mendatangkan keuntungan baik di dunia atau di akhirat.
Imam Malik menjelaskan makna ‘hingga sampai ia dewasa’ adalah sampai anak tersebut telah mencapai usia baligh, telah hilang kebodohan yang ada, mempunyai akal yang sehat, punya kekuatan baik secara akal atau jasmani untuk memanfaatkan hartanya.
7. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya.

Apabila dalam jual beli pihak penjual menyembunyikan dan mereka berdusta maka akan dihilangkan berkah dari jual beli mereka. Dan Allah tidak membebani seseorang melebihi kemampuannya. Oleh karena itu jika dia telah berusaha untuk berbuat jujur, menyempurnakan takaran dan timbangan, maka dia tidak mendapatkan dosa.
8. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu)

Harus berbuat adil kepada siapapun termasuk orang yang masih memiliki hubungan saudara. Dan jangan sampai rasa benci terhadap orang lain menyebabkan kita berbuat tidak adil terhadap mereka. Dan kita diperintahkan untuk berbuat adil karena hal tersebut lebih dekat kepada ketakwaan.
Pengertian adil di dalam syariat adalah menempatkan segala sesuatu pada tempatnya, bukan berdasarkan asas kesamaan. Misalkan dalam pembagian harta warisan seorang laki-laki mendapatkan dua bagian perempuan. Juga dalam kisah seseorang yang tidak menyetujui tindakan Rasulullah memberikan harta rampasan perang lebih banyak kepada sebagian sahabat yang lain dengan tujuan untuk menguatkan mereka yang baru masuk Islam, orang tersebut memerintahkan Rasulullah untuk berbuat adil. Dia menganggap bahwa keadilan itu berarti mendapatkan hak sama rata. Kalau Rasulullah tidak bisa berbuat adil, maka siapa yang dapat berbuat adil ? Dicontohkan oleh Rasulullah dalam hadits beliau berkata, “Demi Allah, kalau sekiranya Fathimah binti Muhammad mencuri maka akan aku potong tangannya“.
9. Memenuhi janji Allah
10. Mengikuti jalan Rasulullah

Mengikuti apa-apa yang telah dicontohkan oleh Rasulullah dan tidak keluar dari jalan yang lurus ini. Hal ini dikarenakan apabila kita mengikuti jalan hidup selain dari Rasulullah maka hal ini akan mengakibatkan perpecahan. Perpecahan terjadi karena orang-orang tidak mengikuti kebenaran, apabila setiap orang berjalan di atas kebenaran maka tidak akan terjadi perpecahan.

[SND] 005. Firman Allah_...Jangan Kalian dekati Harta Anak Yatim..._180904 Qc-Ust Asykari.mp3 3.1M

Biografi ringkas: Al Ustadz Abu Karimah:
Beliau adalah pemimpin dari Pondok Pesantren Ibnu Qoyim di Balikpapan. Beliau merupakan alumni dari Darul Hadits di Dammaj, Yaman tempat Asy Syaikh Muqbil mengajar. Sering diundang ke Jawa untuk mengisi kajian.

0 Hak yang Harus Ditunaikan Seorang Hamba Baik Kepada Allah, Islam, atau Sesama Manusia

Syarat sempurnanya Tauhid

Firman Allah “Dan hendaklah kalian hanya beribadah kepada Allah dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatupun”

Ayat ini menegaskan kepada kita bahwa tauhid tidak akan sempurna kecuali dengan dua syarat, yaitu :

* Meniadakan segala sesuatu sesembahan bahwa tidak ada yang berhak untuk disembah
* Menetapkan bahwa hanya Allah yang berhak untuk disembah

Allah berwasiat kepada Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaih wasalam dan umat Islam di dalam ayat yang berisi 10 hak yang harus ditunaikan seorang hamba baik kepada Allah, Islam, atau sesama manusia.

Katakanlah: “Marilah kubacakan apa yang telah diharamkan atas kamu oleh Rabb-mu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang tua, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar”. Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).” Al Qur’an Surat Al An’am : 151
Sepuluh Hak yang Harus Ditunaikan Seorang Hamba
1. Tidak menyekutukan Allah dengan sesuatupun

Jangan seperti orang musyrikin yang apabila disebutkan nama Allah maka mereka ketakutan dalam bentuk pengingkaran, akan tetapi jika disebutkan nama dari selain Allah (yang mereka sembah) maka mereka bergembira.
2. Berbuat baiklah kepada kedua orang tua

Imam Al-Qurthubi menjelaskan bahwa maksud berbuat baik kepada kedua orang tua yaitu dengan berbuat taat, memelihara, menjaga dan melaksanakan perintah keduanya (selama dalam ketaatan kepada Allah), memerdekakan mereka (apabila budak), dan tidak menghinakan mereka.
3. Tidak membunuh anak-anak dikarenakan takut miskin

Seperti halnya orang musyrikin jahiliyah yang membunuh anak-anak perempuan karena merasa hina apabila memiliki anak perempuan, atau karena takut tidak bisa memelihara anak. Padahal disebutkan dalam hadits bahwa seseorang tidak akan mati sebelum sempurna rizki dan ajalnya. Sehingga setiap orang sudah ditetapkan rizkinya oleh Allah, jadi tidak boleh takut tidak bisa memelihara anak yang banyak.
Abdullah bin Mas’ud bertanya kepada Rasulullah, Wahai Rasulullah dosa apa yang paling besar di sisi Allah ?, “Engkau menjadikan tandingan bagi Allah, padahal Allah-lah yang telah menciptakanmu”. Kemudian dosa apa lagi selanjutnya ?, “Engkau membunuh anakmu karena khawatir dia makan bersamamu”. (Shahih Bukhari Muslim)
Anak adalah rezeki yang merupakan karunia dari Allah.
4. Dan janganlah kalian mendekati kekejian baik yang dhahir atau yang tersembunyi.

Allah menutup pintu menuju perbuatan keji. Dalam ilmu ushul syariat disebutkan bahwa segala sesuatu yang dapat mengantarkan seseorang kepada perbuatan haram maka hal tersebut juga dilarang. Oleh karena itu Allah memerintahkan kaum mu’minin untuk menundukkan pandangan terhadap lawan jenis karena hal ini dapat mengantarkan kepada zina. Oleh karena itu merupakan kesalahan orang yang mengaku menjadi ulama atau kyai tetapi memfatwakan bahwa boleh melihat gambar wanita telanjang yang ada di majalah, koran, dll karena yang dilarang adalah melihat wanitanya secara langsung.
Pengertian kekejian yang nyata adalah suatu kekejian yang benar-benar nyata dan diketahui oleh orang lain, sedangkan kekejian yang tersembunyi tidak diketahui orang lain.
5. Dan jangan membunuh jiwa yang telah Allah haramkan tanpa melalui jalan yang benar

Jiwa seorang muslim telah diharamkan (dilarang) oleh Allah untuk dibunuh. Dalam hadits disebutkan bahwa sesungguhnya darah, harta, dan kehormatan seorang muslim telah diharamkan (dilarang untuk dilanggar) sebagaimana kehormatan hari Dzulhijjah, bulan Dzulhijjah, dan negeri Makah. Juga dilarang membunuh jiwa orang kafir dzimmi, muahad, musta’man (terdapat pembahasannya di kajian yang lain)

Dan terdapat jiwa yang diperbolehkan untuk dibunuh, seperti :

* Orang muslim sudah menikah yang berbuat zina
* Orang yang membunuh orang lain (di-qishash)
* Orang yang keluar dari Islam
* Orang yang keluar dari jama’ah (silahkan merujuk ke kajian yang lain untuk lebih jelasnya)
* Homoseks

004. Bab. Firman Allah_Sembahlah Allah dan Jangan Kalian MenyekutukanNya Qc-Ust Asykari.mp3 3.7M

Biografi ringkas: Al Ustadz Abu Karimah:
Beliau adalah pemimpin dari Pondok Pesantren Ibnu Qoyim di Balikpapan. Beliau merupakan alumni dari Darul Hadits di Dammaj, Yaman tempat Asy Syaikh Muqbil mengajar. Sering diundang ke Jawa untuk mengisi kajian.

Dalam Labuhan Lembut Kasihmu

penulis Ummu Ishaq Zulfa Husein
Sakinah Mengayuh Biduk 10 - Agustus - 2004 22:02:46

Suami adl nahkoda dlm bahtera rumah tangga demikian syariat telah menetapkan. Dengan kesempurnaan hikmah-Nya Allah ta`ala telah mengangkat suami sebagai qawwam .
الرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلىَ النِّسَاءِ
”Kaum pria adl qawwam bagi kaum wanita.”
Suamilah yg kelak akan dita dan dimintai pertanggungjawaban di hadapan Allah ta`ala tentang keluarga sebagaimana diberitakan oleh Rasul yg mulia shallallahu alaihi wasallam:
اَلرَّجُلُ رَاعٍ عَلَى أَهْلِ بَيْتِهِ وَهُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْهُمْ
“Laki-laki adl pemimpin bagi keluarga dan kelak ia akan dita tentang mereka.”
Dalam menjalankan fungsi ini seorang suami tdk boleh bersikap masa bodoh keras kaku dan kasar terhadap keluarganya. Bahkan sebalik ia harus mengenakan perhiasan akhlak yg mulia penuh kelembutan dan kasih sayang. Meski pada dasar ia adl seorang yg berwatak keras dan kaku namun ketika berinteraksi dgn orang lain terlebih lagi dgn istri dan anak-anak ia harus bisa bersikap lunak agar mereka tdk menjauh dan berpaling. Dan sikap lemah lembut ini merupakan rahmat dari Allah subhanahu wa ta’ala sebagaimana kalam-Nya ketika memuji Rasul-Nya yg mulia:

فَبِمَا رَحْمَةٍ مِنَ اللهِ لِنْتَ لَهُمْ وَلَوْ كُنْتَ فَظاًّ غَلِيْظَ الْقَلْبِ لاَنْفَضُّوْا مِنْ حَوْلِكَ
“Karena disebabkan rahmat Allah lah engkau dapat bersikap lemah lembut dan lunak kepada mereka. Sekira engkau itu adl seorang yg kaku keras lagi berhati kasar tentu mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu.”
Dalam tanzil-Nya Allah subhanahu wa ta`ala juga memerintahkan seorang suami utk bergaul dgn istri dgn cara yg baik.

وَعَاشِرُوْهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
“Dan bergaullah dgn mereka dgn cara yg baik.”
Al-Hafidz Ibnu Katsir rahimahullah ketika menafsirkan ayat di atas menyatakan: “Yakni perindah ucapan kalian terhadap mereka dan perbagus perbuatan dan penampilan kalian sesuai kadar kemampuan. Sebagaimana engkau menyukai bila ia berbuat demikian mk engkau juga berbuat hal yg sama. Allah ta`ala berfirman dlm hal ini:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِيْ عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
“Dan para istri memiliki hak yg seimbang dgn kewajiban menurut cara yg ma`ruf.”
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri telah bersabda:
خَيْرُكُمْ خَيْرُكُمْ لأَهْلِهِ وَأَنَا خَيْرُكُمْ لأَهْلِيْ
“Sebaik-baik kalian adl yg paling baik terhadap keluarga . Dan aku adl orang yg paling baik di antara kalian terhadap keluargaku .”
Termasuk akhlak Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam beliau sangat baik hubungan dgn para istrinya. Wajah senantiasa berseri-seri suka bersenda gurau dan bercumbu rayu dgn istri bersikap lembut terhadap mereka dan melapangkan mereka dlm hal nafkah serta tertawa bersama istri-istrinya. Sampai-sampai beliau pernah mengajak ‘Aisyah Ummul Mukminin berlomba utk menunjukkan cinta dan kasih sayang beliau terhadapnya.”
Masih menurut Al-Hafidz Ibnu Katsir: ” tiap malam beliau biasa mengumpulkan para istri di rumah istri yg mendapat giliran malam itu. Hingga terkadang pada sebagian waktu beliau dapat makan malam bersama mereka. Setelah itu masing-masing istri pun kembali ke rumah. Beliau pernah tidur bersama salah seorang istri dlm satu pakaian. Beliau meletakkan rida - dari kedua pundak dan tidur dgn kain/ sarung. Dan biasa setelah shalat ‘Isya beliau shallallahu ‘alaihi wasallam masuk rumah dan berbincang-bincang sejenak dgn istri sebelum tidur guna menyenangkan mereka.
Demikian yg diperbuat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam seorang Rasul pilihan pemimpin umat sekaligus seorang suami dan pemimpin dlm rumah tangganya. Kita dapati petikan kisah beliau dgn keluarga sarat dgn kelembutan dan kemuliaan akhlak. Sementara kita diperintah utk menjadikan beliau sebagai contoh teladan.

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِيْ رَسُوْلِ اللهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُوا اللهَ وَالْيَوْمَ اْلأَخِرَ وَذَكَرَ اللهَ كَثِيْراً
“Sungguh telah ada bagi kalian pada diri Rasulullah contoh yg baik bagi orang yg mengharapkan perjumpaan dgn Allah dan hari akhir. Dan dia banyak mengingat Allah.”
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa`di rahimahullah berkata: “Ayat Allah ta`ala: وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوْفِ
dgn cara yg ma`ruf} meliputi pergaulan dlm bentuk ucapan dan perbuatan. Karena itu sepantas bagi suami utk mempergauli istri dgn cara yg ma`ruf menemani dan menyertai dgn baik menahan gangguan terhadap mencurahkan kebaikan dan memperbagus hubungan dengan termasuk dlm hal ini pemberian nafkah pakaian dan semisalnya. Dan hal ini berbeda-beda sesuai dgn perbedaan keadaan.”
Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sendiri menjadikan ukuran kebaikan seseorang bila ia dapat bersikap baik terhadap istrinya. Beliau pernah bersabda:
أَكْمَلُ المُؤْمِنِيْنَ إِيْمَانًا أَحْسَنُهُمْ خُلُقًا وَخِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنَسَائِهِمْ
“Mukmin yg paling sempurna iman adl yg paling baik akhlak di antara mereka. Dan sebaik-baik kalian adl yg paling baik terhadap istri-istrinya.”
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menyatakan:
خِيَارُكُمْ خِيَارُكُمْ لِنَسَائِهِمْ
karena para istri adl makhluk Allah yg lemah sehingga sepantas menjadi tempat curahan kasih sayang.
Di sisi lain beliau shallallahu alaihi wasallam memerintahkan utk berhias dgn kelembutan sebagaimana tuntunan beliau kepada istri Aisyah:
عَلَيْكِ بِالرِّفْقِ
“Hendaklah engkau bersikap lembut .”
Dan beliau shallallahu alaihi wasallam menyatakan:

إِنَّ الرِّفْقَ لاَ يَكُوْنَ فِي شَيْءٍ إِلاَّ زَانَهُ وَلاَ يُنْزَعُ مِنْ شَيْءٍ إِلاَّ شَانَهُ
“Sesungguh kelembutan itu tidaklah ada pada sesuatu melainkan ia akan menghiasi . Dan tidaklah dihilangkan kelembutan itu dari sesuatu melainkan akan memperjeleknya.”

إِنَّ اللهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي اْلأَمْرِ كُلِّهِ
“Sesungguh Allah mencintai kelembutan dlm segala hal.”
وَيُعْطِي عَلَى الرِّفْقِ مَا لاَ يُعْطِي عَلَى الْعُنْفِ وَمَا لاَ يُعْطِي عَلَى سِوَاهُ
“Dan Allah memberikan kepada sikap lembut itu dgn apa yg tdk Dia berikan kepada sikap kaku/ kasar dan dgn apa yg tdk Dia berikan kepada selainnya.”
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata: “Dalam hadits-hadits ini menunjukkan keutamaan sikap lemah lembut dan penekanan utk berakhlak dengannya. Serta celaan terhadap sikap keras kaku dan bengis. Kelembutan merupakan sebab tiap kebaikan. Yang dimaksud dgn Allah memberikan kepada sikap lembut ini adl Allah memberikan pahala atas dgn pahala yg tdk diberikan kepada selainnya.
Al-Qadhi berkata: “Makna dgn kebaikan tersebut akan dimudahkan tercapai tujuan-tujuan yg diinginkan dan akan dimudahkan segala tuntutan maksud dan tujuan yg ada. Di mana hal ini tdk dimudahkan dan tdk disediakan utk yg selainnya.”
Dalam hubungan dgn istri dan keluarga seorang suami harus membiasakan diri dgn sifat rifq ini. Termasuk kelembutan seorang suami ialah bila ia menyempatkan utk bercanda dan bersenda gurau dgn istrinya. Hal ini dilakukan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dgn istri sebagaimana dinukilkan di atas. ‘Aisyah radhiallahu anha menceritakan apa yg ia alami dgn suami dan kekasih yg mulia. dlm sebuah safar Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda kepada para shahabatnya:
“Majulah kalian “. mk mereka pun berjalan mendahului beliau. Lalu beliau berkata kepada ‘Aisyah : “Ayo kita berlomba lari”. Kata Aisyah: “Akupun berlomba bersama beliau dan akhir dapat mendahului beliau”. Waktupun berlalu. Ketika Aisyah telah gemuk Rasulullah kembali mengajak berlomba dlm satu safar yg beliau lakukan bersama ‘Aisyah. Beliau bersabda kepada para shahabatnya: “Majulah kalian”. mk mereka pun mendahului beliau. Lalu beliau berkata kepadaku: “Ayo kita berlomba lari”. Kata ‘Aisyah: “Aku berusaha mendahului beliau namun beliau dapat mengalahkanku”. Mendapatkan hal itu beliau pun tertawa seraya berkata: “Ini sebagai balasan lomba yg lalu .” .
Allah ta`ala Yang Maha Adil menciptakan wanita dgn segala kekurangan dan kelemahannya. Ia butuh dibimbing dan diluruskan krn ia merupakan makhluk yg diciptakan dari tulang yg bengkok. Namun meluruskan butuh kelembutan dan kesabaran agar ia tdk patah.
المرْأَةُ كَالضِّلَعِ إِنْ أَقَمْتَهَا كَسَرْتَهَا وَإِنِ اسْتَمْتَعْتَ بِهَا اِسْتَمْتَعْتَ بِهَا وَفِيْهَا عِوَجٌ
“Wanita itu seperti tulang rusuk bila engkau meluruskan engkau akan mematahkannya. Dan bila engkau ingin bersenang-senang dengan engkau dapat bersenang-senang dengan namun pada diri ada kebengkokan.”
Demikian disabdakan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dlm hadits yg diriwayatkan Al-Imam Al-Bukhari dlm Shahih- dan Al-Imam Muslim dlm Shahih- . Dan hadits ini diberi judul bab oleh Al-Imam Al-Bukhari dgn bab Al-Mudarah ma`an Nisa .
Rasul yg mulia shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda:

وَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا فَإِنَّهُنَّ خُلِقْنَ مِنْ ضِلَعٍ وَإِنَّ أَعْوَجَ شَيْءٍ فِي الضِّلَعِ أَعْلاهُ فَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهُ وَإِنْ تَرَكْتَهُ لَمْ يَزَلْ أَعْوَجَ فَاسْتَوْصُوْا بِالنِّسَاءِ خَيْرًا
“Berwasiatlah kalian kepada para wanita krn mereka itu diciptakan dari tulang rusuk. Dan bagian yg paling bengkok dari tulang rusuk adl bagian yg paling atas. Bila engkau paksakan utk meluruskan mk engkau akan mematahkannya. Namun bila engkau biarkan begitu saja mk dia akan terus menerus bengkok. Karena itu berwasiatlah kalian kepada para wanita .”
Dalam riwayat Muslim disebutkan:
وَإِنْ ذَهَبْتَ تُقِيْمُهُ كَسَرْتَهُ وَكَسْرُهَا طَلاقُهَا
“Dan bila engkau paksakan utk meluruskan mk engkau akan mematahkannya. Dan patah adl dgn menceraikannya.”
Al-Hafidz Ibnu Hajar Al-’Asqalani rahimahullah berkata: “Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam maksud adl aku wasiatkan kepada kalian utk berbuat baik dgn para wanita . mk terimalah wasiatku ini berkenaan dgn diri mereka dan amalkanlah.”
Beliau melanjutkan: “Dan dlm sabda Nabi seakan-akan ada isyarat agar suami meluruskan istri dgn lembut tdk berlebih-lebihan hingga mematahkannya. Dan tdk pula membiarkan hingga ia terus menerus di atas kebengkokannya.”
Dalam hadits ini juga ada beberapa faidah di antara disukai utk bersikap baik dan lemah lembut terhadap istri utk menyenangkan hati Di dlm hadits ini juga menunjukkan bagaimana mendidik wanita dgn memaafkan dan bersabar atas kebengkokan mereka. Siapa yg tdk berupaya meluruskan mereka dia tdk akan dapat mengambil manfaat darinya. Padahal tdk ada seorang pun yg tdk butuh dgn wanita utk mendapatkan ketenangan bersama dan membantu dlm kehidupannya. Hingga seakan-akan Nabi mengatakan: “Merasakan keni’matan dgn istri tdk akan sempurna kecuali dgn bersabar terhadapnya”. Dan satu faidah lagi yg tdk boleh diabaikan adl tdk disenangi bagi seorang suami utk menceraikan istri tanpa sebab yg jelas.
Dengan ada tuntunan beliau di atas seyogya seorang suami menjalankan tugas sebagai pemimpin dgn penuh kelembutan dan kasih sayang kepada istri dan keluarga yg lain. Sebagaimana istri pun diperintah utk taat kepada dlm perkara yg baik sehingga akan terwujud ketenangan di antara kedua dan abadilah ikatan cinta dan kasih sayang.

وَمِنْ آيَاتِهِ أَنْ خَلَقَ لَكُم مِّنْ أَنْفُسِكُمْ أَزْوَاجاً لِتَسْكُنُوْا إِلَيْهَا وَجَعَلَ بَيْنَكُمْ مَوَدَّةً وَرَحْمَةً
“Di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya Dia menciptakan utk kalian istri-istri dari jenis kalian agar kalian merasakan ketenangan bersama dan Dia menjadikan cinta dan kasih sayang di antara kalian.”
هُوَ الَّذِي خَلَقَكُم مِّن نَّفْسٍ وَاحِدَةٍ وَجَعَلَ مِنْهَا زَوْجَهَا لِيَسْكُنَ إِلَيْهَا
“Dialah yg menciptakan kalian dari jiwa yg satu dan Dia menjadikan pasangan dari jiwa yg satu itu agar jiwa tersebut merasa tenang bersamanya.”
Demikian kemuliaan dan kelembutan Islam yg menuntut pengamalan dari kita sebagai insan yg mengaku tunduk kepada aturan Ilahi. Wallahu ta`ala a`lam bish-shawab.

Sumber: www.asysyariah.com

Selasa, 03 Agustus 2010

KEUTAMAAN BULAN SYA'BAN

Oleh: Al-Ustadz Muhammad Umar As-Sewed

Disunnahkan Memperbanyak Puasa

Masalah keutamaan bulan Sya’ban telah diriwayatkan dalam beberapa hadits, di antaranya dalam Shahih Muslim dari ‘Aisyah رضي الله عنها. Beliau berkata:

كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصُوْمُ حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يُفْطِرُ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُوْلَ لاَ يَصُوْمُ وَمَا رَأَيْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ قَطْ إِلاَّ رَمَضَانَ وَمَا رَأَيْتُهُ فِي شَهْرٍ أَكْثَرَ مِنْهُ صِيَامً فِي شَعْبَانَ. (رواه مسلم)

“Rasulullah صلى الله عليه وسلم berpuasa hingga kami mengatakan beliau صلى الله عليه وسلم tidak pernah berbuka, dan beliau berbuka hingga kami mengatakan bahwa beliau صلى الله عليه وسلم tidak pernah puasa. Namun Rasulullah صلى الله عليه وسلم tidak pernah berpuasa sebulan penuh, kecuali pada bulan Ramadhan. Dan aku tidak pernah melihat satu bulan yang paling banyak beliau berpuasa kecuali pada bulan Sya’ban.” (HR. Muslim)

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa ‘Aisyah رضي الله عنها ditanya tentang puasa Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Beliau رضي الله عنها menjawab:

كَانَ يَصُوْمُ حَتَّى نَقُوْلَ قَدْ صَامَ وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُوْلَ قَدْ أَفْطَرَ وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطْ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ كَانَ يَصُوْمُ شَعْبَانَ إِلاَّ قَلِيْلاً. (رواه مسلم)

“Beliau صلى الله عليه وسلم berpuasa hingga kami mengatakan beliau selalu berpuas. Dan beliau tidak berpuasa sampai-sampai kami mengatakan beliau tidak pernah berpuasa. Aku tidak pernah melihat beliau berpuasa yang paling banyak seperti di bulan Sya’ban. Beliau صلى الله عليه وسلم berpuasa hampir seluruhnya. Beliau berpuasa di bulan Sya’ban seluruhnya kecuali sedikit.” (HR. Muslim)

Bid’ah-bid’ah pada Bulan Sya’ban

1. Bid’ah Shalat Bara’ah/Alfiyyah

Imam Al-Fatani رحمه الله berkata dalam kitabnya Tadzkiratul Maudhu’at: “Di antara hal-hal yang diadakan manusia pada malam nishfu Sya’ban (pertengahan bulan Sya’ban) adalah shalat alfiyah (shalat seribu raka’at). Seratus raka’at dikerjakan sendiri dan sepuluh raka’at-sepuluh raka’at berikutnya dilakukan secara berjama’ah. Mereka membesar-besarkan malam nishfu Sya’ban melebihi hari Jum’at dan hari raya. Padahal tidak diriwayatkan satu dalil pun dari hadits atau ucapan para shahabat, kecuali dha’if atau maudhu’. Maka janganlah terpedaya dengan disebutkannya perayaan nishfu Sya’ban dalam kitab Quutul Quulub, Al-Ihya’ dan lain-lain.” (As-Sunan wal Mubtada’at, hal. 144)

Al-Iraqi رحمه الله berkata: “Hadits tentang shalat di malam nishfu Sya’ban adalah hadits-hadits batil. Bahkan Ibnul Jauzi رحمه الله memasukkannya ke dalam hadits-hadits maudhu’ (palsu).”

2. Dzikir dan Shalat Khusus pada Malam Nishfu Sya’ban

Adapun dzikir dan shalat khusus pada malam nishfu Sya’ban tidak disunnahkan dan tidak diriwayatkan dalam satu hadits pun yang shahih.

Adapun riwayat yang berbunyi:

إِذَا كَانَتْ لَيْلَةَ النِّصْفِ مِنْ شَعْبَانَ فَقُوْمُوْا لَيْلَهَا وَصُوْمُوْا نَهَارَهَا. (رواه ابن ماجه)

“Jika datang malam pertengahan di bulan Sya’ban, maka shalatlah pada malamnya dan berpuasalah dia siang harinya.” (HR. Ibnu Majah dari ‘Ali رضي الله عنه)

Hadits ini disebutkan dalam catatan kakinya: “Sanadnya dha’if, karena kelemahan rawi yang bernama Ibnu Abi Bisrah. Imam Ahmad dan Ibnu Ma’in mengatakan bahwa dia memalsukan hadits.” (As-Sunan wal Mubtada’at, hal. 145)

Syaikh Al-Albani رحمه الله menyebutkan hadits di atas palsu (maudhu’) dalam Dha’if Ibnu Majah, 1/294. (pent.)

Berkata Muhammad ‘Abdus Salam Asy-Syuqairi: Adapun shalat enam raka’at pada malam nishfu Sya’ban dengan niat tolak bala, memanjangkan umur, mencukupkan diri dari manusia; demikian pula membaca surat Yasin dan do’a di antara shalat tersebut tidak ragu lagi yang demikian adalah perkara baru (muhdats) dalam agama dan menyelisihi sunnah sayyidul mursalin. (As-Sunan wal Mubtada’at, hal. 145)

Berkata pensyarah kitab Al-Ihya’: “Shalat yang demikian (yakni 6 raka’at pada malam nishfu Sya’ban) sangat terkenal dalam kitab-kitab belakangan dari kitab-kitab sufi. Padahal aku tidak pernah melihat adanya sandaran yang shahih dari sunnah dalam masalah tersebut, demikian pula dalam masalah dzikir-dzikirnya.”

Berkata An-Najm Al-Ghaiti tentang menghidupkan malam nishfu Sya’ban dengan berjama’ah: “Yang demikian diingkari oleh kebanyakan para ulama dari penduduk Hijaz seperti Atha’ ibnu Abi Rabah, Ibnu Abi Malikah dan lain-lain. Demikian pula fuqaha Madinah dan para pengikut Imam Malik. Mereka semua berkata: “Perkara tersebut semuanya bid’ah, tidak disebutkan dalam masalah menghidupkan malam nishfu Sya’ban sedikit pun dari hadits Nabi صلى الله عليه وسلم dan tidak pula dari para shahabatnya.”

Imam Nawawi رحمه الله berkata: “Shalat Rajab dan Sya’ban kedua-duanya adalah bid’ah yang mungkar dan jelek.” (As-Sunan wal Mubtada’at, hal. 145)

3. Do’a Yaa Dzal Manni

Demikian pula bid’ahnya doa khusus pada malam nishfu Sya’ban yang berbunyi:

اللّهُمَّ يَا ذَا الْمَنِّ وَلاَ يَمن عَلَيْهِ يَا ذَا لْجَلاَلِ وَالإِكْرَامِ

Ya Allah, wahai pemilik segala pemberian dan tidak pernah membutuhkan pemberian. Wahai Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi….

Telah diisyaratkan dalam ucapan pensyarah kitab Al-Ihya’ bahwa do’a tersebut tidak ada asalnya dan tidak ada sandarannya.

Demikian pula dikatakan oleh penulis kitab Asnal-Mathalib, bahwa doa itu disusun oleh beberapa orang shalih dari dirinya sendiri. Dikatakan dia adalah Al-Buni.

Tentunya walaupun kita boleh berdoa dengan apa pun yang kita minta kepada Allah, namun tidak boleh mengkhususkan satu doa untuk tanggal tertentu, bulan tertentu tanpa dalil dari hadits-hadits yang shahih.

Maka wahai hamba Allah, jika satu ibadah tidak diperintahkan dalam Al-Qur’an, tidak pula dicontohkan oleh Rasulullah صلى الله عليه وسلم dalam sunnah, bahkan tidak pula oleh para khalifah-khalifahnya dan seluruh para shahabatnya, maka janganlah kita beribadah dengannya.

Dalam Musnad Imam Syafi’i رحمه الله diriwayatkan sebuah hadits dari Abu Hurairah رضي الله عنه bahwa Rasulullah صلى الله عليه وسلم mengucapkan talbiyah dengan kalimat:

لَبَّيْكَ إِلَهَ الْحَقّ لَبَّيْكَ

Dalam riwayat lain:

لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ لاَ شَرِيْكَ لَكَ لَبَّيْكَ

Kemudian diriwayatkan bahwa Sa’ad bin Abi Waqash mendengar beberapa orang dari kaum kerabatnya membaca talbiyah:

يَا ذَا الْمَعَارِجِ

Maka Sa’ad bin Abi Waqash berkata:

إِنَّهُ لَذُوْ الْمَعَارِجِ، وَمَا هَكَذَا كُنَّا نَلْبِي عَلَى عَهْدِ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

“Memang benar bahwa Allah memiliki Ma’arij, tetapi tidak demikian kita diajarkan talbiyah pada zaman Rasulullah صلى الله عليه وسلم.”

Atsar ini menunjukkan betapa besar kehati-hatian para shahabat dalam beribadah. Tidak berani merubah kalimat-kalimat apalagi menambahinya. Ketika mendengar sebagian kaum muslimin mengucapkannya dengan kalimat yang berbeda dengan apa yang diajarkan oleh Nabi صلى الله عليه وسلم walaupun secara makna benar mereka menegurnya, seperti apa yang dilakukan oleh Sa’ad bin Abi Waqash di atas.

Nishfu Sya’ban bukan Lailatul Qadar

Berkata Muhammad ‘Abdus Salam Asy-Syuqairi: Adapun pendapat yang mengatakan bahwa malam nishfu Sya’ban adalah malam lailatul qadar, maka itu adalah pendapat yang batil dengan kesepakatan para ulama dari kalangan ahlul hadits dan para peneliti hadits.

Imam Ibnu Katsir رحمه الله juga menyatakan batilnya pendapat ini dalam tafsir beliau.

Imam Ibnul Arabi رحمه الله juga menyatakan ketika mensyarah hadits Tirmidzi: Telah disebutkan oleh sebagian penafsir bahwa ayat:

إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ. (القدر: ١)

“Sesungguhnya Kami turunkan Al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar.” (Al-Qadr: 1)

Bahwa yang dimaksud adalah malam nishfu Sya’ban.

Ini adalah pendapat batil, karena Allah tidak menurunkan Al-Qur’an pada bulan Sya’ban. Hanya saja Allah سبحانه وتعالى katakan: “Kami turunkan Al-Qur’an pada malam Lailatul Qadar.” Sedangkan malam lailatul qadar adalah pada bulan Ramadhan sebagaimana Allah katakan dalam ayat lain:

شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنْزِلَ فِيْهِ الْقُرْءَانُ هُدًى لِلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِنَ الْهُدى وَالْفُرْقَانِ… (البقرة: ١٨٥)

“(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan dan bathil)” (Al-Baqarah: 185) (As-Sunan wal Mubtada’at, hal. 146)

Berarti pendapat ini adalah pendapat yang menentang Al-Qur’an dan pendapat orang yang tidak mengerti apa yang dibicarakan di dalamnya.

Muhammad ‘Abdus Salam Asy-Syuqairi رحمه الله berkata:

Maka aku peringatkan kalian dari kebid’ahan ini, karena sesungguhnya Allah سبحانه وتعالى juga menyatakan:

فِيْهَا يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ. (الدخان: ٤)

“Padanya diputuskan segala perkara-perkara dengan bijak.” (Ad-Dukhan: 4)

Ayat ini menerangkan tentang malam lailatul qadar yang diberkahi yang padanya diputuskan perkara-perkara taqdir dengan adil. Dan ini bukan terjadi pada malam nishfu Sya’ban.

Wallahu ‘alam

Catatan:

Perkataan-perkataan para ulama di atas dinukil dari kitab As-Sunan wal Mubtada’at oleh Muhammad ‘Abdus Salam Asy-Syuqairi, hal. 144-146; kitab ini ditaqdim oleh Muhammad Khalil Harras)

(Sumber: Risalah Dakwah Manhaj Salaf Edisi 114/Th. III/16 Rajab 1427H/11 Agustus 2006M, hal. 1-4. Judul: Keutamaan Bulan Sya’ban. Diterbitkan oleh Yayasan Dhiya’us Sunnah, Jl. Dukuh Semar Gg. Putat RT 06 RW 03, Cirebon. Telp. (0231)222185. Penanggung Jawab & Pimpinan Redaksi: Ustadz Muhammad Umar As-Sewed; Sekretaris: Ahmad Fauzan/Abu Urwah, HP 081564634143; Sirkulasi/pemasaran: Abu ‘Abdirrahman Arief Subekti, HP 081564690956. Dinukil untuk http://akhwat.web.id)