Islam adalah agama terakhir Allah Swt dan jalan menuju kebahagiaan sejati. Ajaran-ajaran konstruktif dan sempurna agama ini bermanfaat untuk semua manusia. Salah satu kriteria jelas agama Islam adalah mendorong manusia untuk berbuat adil dalam kehidupan ini. Dalam ajaran agama Islam, keadilan dipahami sebagai jalan tengah dalam segala urusan, yang tidak terjebak pada ekstrim kanan dan kiri. Metode itu juga didukung oleh logika dan hati nurani manusia. Manusia berakal dan berhati nurani senantiasa menghindari sikap berlebihan dalam kehidupan. Namun manusia yang tak menggunakan akalnya dengan baik, akan terjebak pada sikap radikalisme atau kejumudan. Imam Ali as berkata, "Kami tidak akan melihat orang yang bodoh kecuali ketika terjebak dalam perilaku ekstrim kanan atau kiri."
Keseimbangan dapat disaksikan di alam semesta ini, karena Allah Swt menciptakan alam semesta berdasarkan keseimbangan. Keseimbangan dan ketertiban dapat disaksikan di alam semesta. Semua tatanan galaksi di alam semesta ini mencerminkan keseimbangan ciptaan Allah Swt. Al-Quran dalam surat Ar-Rahman, ayat 7-8 menyebutkan, "Dan Allah telah meninggikan langit dan Dia meletakkan neraca (keadilan). Supaya kamu jangan melampui batas tentang neraca itu."
Sebagaimana Allah Swt menciptakan dunia ini berdasarkan keseimbangan, ajaran agama Islam pun berlandaskan keseimbangan dan keadilan. Bahkan akal dan hati nurani manusia diciptakan Allah Swt selaras dengan ajaran-ajaran agama. Di sana didapatkan spirit keseimbangan. Untuk itu, tidak ada jalan bersikap ekstrim kanan atau kiri.
Rasulullah Saw dan Ahlul Baitnya adalah contoh sempurna keseimbangan dalam agama. Rasulullah Saw sebagai manusia sempurna, menjalani kehidupan individu dan sosial, secara seimbang, baik saat perang maupun damai. Ia juga bersikap adil dalam beribadah dan berpolitik. Pada intinya, Rasulullah Saw adalah manusia yang seimbang dan tidak terjebak pada sikap ekstrim. Terkait hal ini, Imam Ali as berkata, "Perilaku dan tindakan Rasulullah Saw seimbang." Ahlul Bait juga bertindak seperti yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. Mereka juga mengatakan, "Kami keluarga Rasulullah Saw adalah kelompok tengah."
Sebagaimana ajaran-ajaran Islam berlandaskan pada keseimbangan, para pemeluk agama ini diwasiatkan menjaga poin penting ini. Surat Al-Baqarah ayat 143 mengenai ummat Islam menyebutkan, "Dan demikian pula Kami telah menjadikan kamu (umat Islam), umat yang adil dan pilihan agar kamu menjadi saksi atas perbuatan manusia dan agara Rasul Muhammad Saw menjadi saksi atas perbuatan kamu..." Untuk itu, Allah Swt menghendaki ummat Islam bersikap adil dan netral. Ayat lainnya melalui lisan Lukman kepada anaknya, menyebutkan, "Bersikap adil dalam perilakumu." Rasulullah Saw dan Ahlul Baitnya mengajurkan ummatnya selalu bersikap adil. Rasulullah Saw bersabda. "Sebaik-baik urusan ada di tengah." Beliau kepada ummatnya, berulangkali mengatakan, "Bersikaplah adil dan imbang!" Dalam sejumlah doa Ahlul Bait as disebutkan bahwa para pendoa menghendaki supaya Allah Swt menjauhkan dari perbuatan ekstrim kanan dan kiri (berlebihan), sehingga bisa menempuh di jalan Islam dan Rasulullah Saw.
Dalam ajaran Islam, menjaga keseimbangan dan keadilan adalah prinsip utama. Untuk memperjelas masalah ini, kami akan menyebutkan beberapa contoh. Dalam Islam ditekankan untuk beribadah. Ibadah disebut sebagai jalan menuju spritual dan kebahagiaan akhirat. Untuk itu, Allah Swt mengajarkan kepada hamba-hambanya supaya tidak bermalas-malasan dalam beribadah. Namun pada saat yang sama, manusia juga dianjurkan bersikap imbang dalam urusan ibadah. Rasulullah Saw bersabda, "Agama ini sangat kuat dan tangguh. Untuk itu, bersabarlah dan janganlah memaksa diri beribadah kepada Allah Swt dengan ketidaksukaan."
Islam selain mengajak manusia supaya memberi perhatian besar pada spritual dan akhirat, namun juga harus memperhatikan nasib di dunia. Dengan ungkapan lain, Islam tidak menafikan kebahagiaan dunia dan akhirat. Menurut agama Islam, kebahagiaan dunia dan akhirat tidaklah bertentangan, sehingga keduanya harus seimbang. Al-Quran dalam surat Qishash ayat 77 menyebutkan, "Dan carilah pada apa yang dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagiamu dari kenikmatan duniawi..." Imam Jafar Shadiq as, salah satu cucu Rasulullah Saw, juga berkata, "Jika seseorang meninggalkan dunia untuk akherat dan melupakan akherat untuk dunia, maka ia bukanlah dari golonganku."
Salah satu problema utama dunia saat ini adalah sikap berlebihan (ekstrim kanan dan kiri) dalam hubungan antarmanusia. Saat ini, hubungan seks bebas di Barat menimbulkan gelombang kekhawatiran luar biasa bagi para cendekiawan dan pemikir. Di masa lalu, hubungan seks antara laki-laki dan perempuan di Barat disikapi secara ekstrim kiri. Para penguasa gereja saat itu menilai hubungn seks antara laki-laki dan perempuan sebagai hal yang tabu dan perbuatan setan. Untuk itu, para pendeta tidak diperbolehkan menikah. Namun Islam mempunyai pandangan netral dalam hal ini. Islam menilai hubungan seks sebagai naluri alam pada diri manusia yang sangat dibutuhkan untuk menyambung generasi selanjutnya. Namun hubungan ini harus dikontrol dan diatur dalam bentuk pernikahan, sehingga tidak menimbulkan kerusakan di tengah masyarakat. Berlandaskan hal ini, Rasulullah Saw menyebut pernikahan sebagai sunah Rasulullah Saw dan senantiasa mendorong ummatnya untuk menikah sehingga tidak berimbas negatif pada tatanan sosial.
Salah satu masalah penting lainnya dalam sejarah manusia adalah perang dan konflik antarkelompok dan etnis. Sejumlah ideologi dan aliran filsafat menjustifikasi perang dan kekuasaan dalam kerangka analisa panjang. Pada saat yang sama, Nazisme, Zionisme dan Imprealisme telah melahirkan sederet tragedi kemanusiaan. Ada juga sejumlah agama yang menjadi pendukung perdamaian dan kasih sayang, bahkan tetap mendorong bersikap lembut di hadapan para penindas. Namun agama Islam sebagai agama tengah dan netral, mengajak manusia menyelesaikan berbagai masalah dengan cara damai. Dalam Al-Quran disebutkan bahwa semua agama ilahi mengajak perdamaian dan kemufakatan pada sisi-sisi yang sama. Meski demikian, Islam tidak dapat menerima kezaliman dan penindasan dan mengajak ummatnya untuk menghadapi segala bentuk penindasan dan kezaliman. Kalaupun harus berperang, Islam pun menentukan batasan-batasan sehingga dapat menekan perluasan konfrontasi. Dengan demikian, Islam tetap menghendaki keseimbangan dan netralitas meski dalam keadaan perang. Al-Quran dalam surat Al-Baqarah, ayat 194 menyebutkan, "Bulan haram dengan bulan haram dan pada sesuatu yang harus dihormati berlaku hukum qishaash. Oleh sebab itu, barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia seimbang dengan serangannya terhadapmu, Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa."
Meski Islam pada prinsipnya merupakan agama yang rasional dan adil, tapi agama ini di Barat berupaya dikesankan setara dengan radikalisme. Hampir setiap hari, Barat dalam berbagai propagandanya berusaha mengesankan wajah ummat Islam yang radikal dan fanatis. Bahkan mereka mencontohkan kelompok-kelompok radikal Islam seperti Al-Qaeda yang menggambarkan keangkeran agama Islam. Padahal kelompok-kelompok itu baik secara langsung maupun tidak langsung, merupakan buatan kekuatan-kekuatan Barat dan mendapat dukungan dari mereka. Selain itu, tindakan irasional sekelompok muslim tidak dapat dijadikan alasan menyebut Islam sebagai agama radikal. Tak diragukan lagi, fakta yang sebenarnya dapat digali dari sumber atau ajaran agama itu sendiri, bukan perilaku oknum.
Pada intinya, Islam berpandangan bahwa jalan kebahagiaan dan hidayah tidak dapat ditempuh manusia tanpa bersikap adil. Sebab, ketidakadilan dan ketidakseimbangan menyebabkan manusia keluar dari jalur utama. Ummat tengah seperti yang disinggung Al-Quran dapat terealisasi dengan sikap seimbang dan lembut. Sejarah menunjukkan bahwa ummat Islam dapat mencapai peradaban yang cemerlang di saat ada keseimbangan antara teori dan praktik. Jika ummat Islam sadar dan jauh dari radikalisme, peradaban Islam akan mencapai titik kecemerlangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar