Selasa, 23 Maret 2010

MENJADI MODERN BERSAMA ISLAM

SYAHRIN HARAHAP

Modern dapat dipandang dari berbagai sisi: Sebagai setting waktu modern dapat dipahami sebagai ‘era modern’ dimana umat manusia memasuki abad baru yang dimulai antara abad ke 17 dan 18.


Modernitas dapat dipahami sebagai kondisi dan situasi kemodernan dunia yang sering disebut sebagai abad difungsikannya akal secara maksimal (the Age of Reason) atau abad pencerahan (Enlightenment).

Semenatara proses pemodrenan dunia, aktualisasi pemikiran, dan upaya mengadaptasi agama dan budaya dengan kemodernan duniadiistilahkan sebagai modernisasi, yang dalam bahasa Arab padanannya digunakan istilah tajdîd atau ishlâh.

Kemodernan dunia telah menimbulkan krisis bagi umat beragama, karena modernitas lahir di luar gerakan dan aktifitas keagamaan. Modernitas bahkan pernah berhadapan dengan kalangan agamawan karena dianggap mempercayai suatu kebenaran diluar kebenaran agama (double truth).

Muncullah sekular isme, kemodernan berjalan di luar jalur agama. Karena kemodernan dunia tersembul di luar agama, maka bagi umat beragama hanya ada dua pilihan: sejalan dengan modernitas atau mati. Krisis yang dihadapi umat beragama itu dilukiskan Joseph L. Blau sebagai berikut:“Seluruh agama besar telah menghadapi krisis sejak lahirnya peradaban baru.

Setiap agama telah mengerahkan segenap kemampuannya untuk memecahkan krisis dan menghadapi kehidupan modern dengan sekularisme yang menempel padanya. Abad ke 19 dan 20 telah menyaksikan babak baru di dalam agama-agama.

Agama-agama harus memilih; Sejalan dengan zaman modern atau mati. (Lihat Joseph L. Blau, 1966). Sejalan dengan itu maka umat Islam harus mengadaptasi agama dan keberagamaannnya untuk memposisikannya secara benar.

Pekerjaan besar ini didefenisikan Fazlur Rahman sebagai usaha-usaha untuk melakukan harmonisasi antara agama dan pengaruh modernisasi dan wetsernisasi yang sedang berlangsung. (Fazlur Rahman, Islam.).

Dalam hal ini umat Islam menghadapi dua problem. Pertama, seringkali banyak umat, karena ingin terlihat dan disebut modern lalu meninggalkan dan melanggar dan mengesampingkan agamannya. Kedua, sebagian umat sangat lamban dalam mengadaptasi agama dan keberagamaannya.

Lihat misalnya masih ada agamawan yang menjelaskan bahwa “siapa yang menyembelih hewan kurban, maka hewan kurbannya tersebut akan menjadi kenderaannya kelak menuju sorga. Suatu penjelasan agama yang sangat tidak relevan dengan kecanggihan teknologi saat ini.

Banyak ahli yang menyayangkan kelambanan itu. Hasan Hanafi, menyebutkan bahwa kekalahan kontemporer pada sasarnya adalah kekalahan rasional di samping kekalahan militer. Oleh karenanya gerakan yang hakiki sekarang ini adalah gerakan pemikiran dan peradaban, yang urgensinya tidak lebih kecil dari gerakan ekonomi atau gerakan militer.

Yang amat dibutuhkan sekarang ini adalah proyek otentisitas dan modernitas yang sampai sekarang merupakan faktor kekalahan umat yang beturutturut. (Hasan Hanafi, Al-Turâs wa al-Tajdîd).

Sedianya umat Islam menjadi komunitas yang paling cepat dan banyak menganmbil manfaat dari kemodernan dunia. Seperti disebut Ernest Gellner ‘meskipun umat Islam tidak berhasil menerobos zaman dan mempelopori umat manusia memasuki abad modern, tetapi karena watak dasar Islam itu (yang sangat dinamis) kaum mslimin menjadi komunitas yang paling besar memperoleh manfaat dari kemodernan dunia’. (Ernest Gellner, Muslim Society, 1981).

Adalah sangat menarik bahwa Rasulullah Saw. , memuji umat yang mampu mengenali dan mengantisipasi perkembangan zaman, dan bahkan memimpinnya, dengantetapkonsistenpadaajarankebenaran,sebagaimanasabdanya:“ Allah menyayangi orang yang memelihara lidahnya, mengenal (kondisi) zamannya, dan tetap konsisten di jalan hidupnya”. (H.R. Dailami).

Oleh karenanya menjadi modern bersama Islam, mengadaptasi agama dan keberagamaan agar Islam dapat memimpin kemodernan dunia, merupakan agenda umat paling signifikan, melebihi agenda-agenda parsial lainnya . Wa Allâhu A’lamu bi al Shawâb.
(dat03)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar